BAB I
PENDAHULUAN
A-l-Qur'an merupakan sumber segala sumber ajaran Islam. Ia merupakan
kitab suci yang andai pepohonan di seluruh dunia dijadikan pena, dan samudera
dijadikan tinta, tidak akan habis diuraikan makkna-maknanya (baca Q.S. Luqma/31
: 27). Al-Qur'an merupakan kalam Allah yang menjadi rujukan dasar nilai dan
ajaran Islam. Sebagai kalam Allah, ia merupakan sifat Allah yang harus
diletakan dan disikapai sebagai sumber inspirasi, kreatifitas dan nilai bagi
kaum muslimin. Oleh karena itu, semua hal "dituntut" untuk merujuk
kepada sumber yang asasi tersebut.
Al-Qur'an merupakan sumber ilmu. Banyak sekali ilmu yang berkaitan
dengan al-Qur'an. Hal itu karena para pengkaji al-Qur'an bermaksud
merealisasikan banyak tujuan dan memandang al-Qur'an dari segi yang berbeda.
Diantara beberapa masalah yang serius dibahas oleh para ahli agama, khususnya
dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur'an (ulum al-Qur'an) adalah tentang
sebab-sebab turunnya al-Qur'an (Asbabun Nuzul). Hal ini terbukti dengan adanya
tema Asbabun Nujul hampir pada setiap kitab ulum al-Qur'an dan ilmu
Tafsir sebagai salah satu objek kajian. Hal ini sekali lagi memberikan
kesan bahwa Asbabun Nuzul memang salah satu tema kunci dan utama dalam studi ilmu-ilmu al-Qur'an.
DR. Subhi Shaleh berkata : ""Allah menjadikan segala
sesuatu melalui sebab-musabbab dan menurut suatu ukuran. Tidak seorang pun
manusia lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab-musabbab dan
berbagai tahap perkembangan. Tidak sesuatu pun terjadi di dalam wujud ini
kecuali setelah melewati pendahuluan dan perencanaan. Begitu juga perubahan
pada cakrawala pemikiran manusia terjadi setelah melalui persiapan dan
pengarahan. Itulah sunnatullah (hukum Allah) yang berlaku bagi semua
ciptaan-Nya, dan engkau tidak akan menemukan perubahan pada sunnatullah".
(Q.S. al-Ahzab/33 : 62).1
Tidak ada bukti yang menyingkap kebenaran sunnatullah itu selain
sejarah, demikian pula penerapannya dalam kehidupan. Seorang sejarahwan yang
berpandangan tajam dan cermat mengambil kesimpulan, dia tidak akan sampai
kepada fakta sejarah jika tidak mengetahui sebab-musabbab yang mendorong
terjadinya peristiwa. Tapi tidak hanya sejarah yang menarik kesimpulan dari
rentetan
1. Shaleh, Subhi ; Al-mabahis fi
Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin,
1988 M, h. 127
peristiwa
yang mendahuluinya, tapi juga ilmu alam, ilmu sosial dan kesusastraan pun dalam
pemahamanya memerlukan sebab-musabbab yang melahirkannya, di samping tentu saja
pengetahuan tentang prinsip-prinsip serta maksud tujuan. 2
Asbabun Nuzul berfungsi mengungkap kejadian-kejadian historis
dan peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi turunnya nash al-Qur'an. Tinjauan
terhadap al-Qur'an seperti mengetahui
ayat mana yang turun terlebih dahulu dan mana yang belakangan; ayat mana yang
turun berkenaan dengan sebab tertentu yang mendahuluinya, ayat mana yang
menjelaskan sebab tersebut, dan ayat mana yang merupakan tanggapan terhadapnya
atau menjelaskan hukumnya; apakah ayat tersebut harus dipahami berdasarkan
keumuman arti atau kekhususan sebab turunnya; jangkauan pertimbangan terhadap
realitas ayat dan situasi serta kondisi yang menyertainya; kejadian dan
siapa-siapa yang terlibat didalamnya, semua itu dijelaskan dalam Asbabun Nuzul
Namun demikian perlu ditegaskan bahwa tidak semua ayat al-Qur'an
turun berdasarkan sebab.3 Tetapi ada ayat yang turun sebagai
permulaan (ibtidaan) yang tidak terkait dengan sebab tertentu.4
Untuk bagian ayat yang turun berdasarkan sebab, para ulama pengkaji al-Qur'an
berusaha dan berijtihad dengan sungguh-sungguh membahas dan menjelaskan
ayat-ayat yang turun berdasarkan sebab tersebut, bahkan ada yang sampai membuat
kitab khusus yang membahas tentang Asbabun Nuzul, seperti " lubab
al-Nuqul fi al-Asbab al-Nuzul" buah karya imam al-Suyuthi(w.911 H)5
2. Ibid, h. 127
3. Alawi, Muhammad, Zubdah al-Itqon fi al-Ulum
al-Qur'an, Jeddah : Dar al-Syuruq, 1986 M, h. 19
4. seperti ayat-ayat yang menyangkut tentang
kisah-kisah para nabi dan umatnya, berita-berita ghaib peristiwa masa yang akan
datang, penjelasan tentang kiamat, surga dan neraka. Hal-hal tersebut bukanlah
merupakan sabab, tetapi hanya sebagai khabar/berita.(juga sebagai
pelajaran dan cermin perbandingan bagi umat yang membaca dan mendengarnya). Lihat
Eiter, Nuruddin, Ulumal-Qu'ran al-Karim, Damaskus : Matba' al-Dibah,
1996, h. 46. lihat juga Shaleh, Subhi ; Al-mabahis fi Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin, 1988 M, h. 132.
Adapun mengenai ucapan Ibn Mas'ud dan Ali ibn Thalib serta sahabat-sahabat yang
lain :"Demi Allah, tidaklah turun satu ayat al-Quran, melainkan aku
mengetahui kepada siapa/apa ia diturunkan….". maka yang dimaksud
bukanlah bahwa setiap ayat al-Qur'an yang turun ada sebabnya, tetapi yang
dimaksud adalah bahwa jika ayat tersebut mempunyai sabab, maka ia ( Ibn Mas'ud,
Ali dan yang lainnya) pasti mengetahuinya. Alasan lain menurut Subhi Shaleh,
hal tersebut jangan diambil secara harfiah, karena mungkin maksudnya adalah
bahwa kata-kata tersebut menunjukan akan kesungguhan dan perhatian besar mereka
terhadap al-Qur'an, atau karena mereka berbaik sangka terhadap apa-apa yang
mereka dengar dan saksikan pada masa Rasulullah saw, kemudian mereka mengingkan
agar manusia mengambil dari mereka apa yang mereka ketahui, sehingga ilmu tidak
akan hilang dengan kepergian mereka, atau karena para perawi terlalu melebihkan
apa-apa yang dinukil dari mereka, karena kalau dilihat dari sisi redaksinya
terkesan ada semacam "kesombongan/kebanggaan dari diri mereka, padahal
mereka adalah orang –orang dikenal sebagai pribadi-pribadi yang tawadu', wara'
, menjadi teladan dan jauh dari membuat fitnah dalam agama.
5. Alawi, Muhammad, Lo. Cit. kitab lubab al-Nuqul fi al-Asbab al-Nujul ini
kosong dari sanad-sanad, tetapi langsung menghubungkannya kepada orang yang
mengeluarkan hadisnya. Kitab yang lain
Betapa pentingnya Asbabun Nuzul sehingga
para ulama menyatakan bahwa Asbabun Nuzul
adalah salah satu cara yang kuat untuk membantu memahami al-Qur'an dengan baik
dan benar. Sebaliknya, ketidaktahuan terhadap Asbabun Nuzul akan menyebabkan
timbulnya kekeliruan, bahkan bisa menimbulkan pengamalan yang berlawanan dengan
yang dikehendaki oleh suatu ayat. 6
Makalah ini akan
membahas tentang Asbabun Nuzul, yang terdiri dari pengertian "sabab",
Cara Mengetahui Asbabun Nuzul, Ta'addud
al-Asbab Wa al- Nazil Wahid, Ta'addud al-Nazil wa al-Sabab Wahid, hikmah
mengetahui Asbabun Nuzul, ungkapan "Ibrah bi Umumi Lafdi La bi Khususi
Sabab", dan korelasi antara surah-surah dalam al-Qur'an.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui informasi yang jelas tentang Asbabun Nuzul dan hal-hal yang
terkait dengan pembahasan menyangkut Asbabun Nuzul.
yang lainnya adalah "Asbabun Nujul" karya
Imam mufassir. Muhaddis Abi al-Hasan Ali ibn Ahmad al-Naisaburi yang terkenal
dengan al-Wahidi (w. 427 H). dalam kitab ini terdapat sanad-sanad dan terdapat
juga hal-hal sebagai ta'lik tanpa sanad. Lihat Eiter, Nuruddin, Ulumal-Qu'ran
al-Karim, Damaskus : Matba' al-Dibah, 1996, h. 54.adapun tentang para ulama
yang mengarang kitab-kitab yang
berkenaan dengan asbabun nujul secara berurutan lihat Al-Suyuthi, Jalaluddin,
Al-itqon fi al-ulum al-Qur'an, Beirut
: Dar al-kutub al-ilmuyah, 2007 M. h. 48.
6.
sebagai salah satu contoh kasus kekeliruan Marwan ibn Hakam (karena tidak
mengetahui Asbabun Nujul) ketika memahami ayat Ali Imran/ 3 : 188 : "Janganlah
sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah
mereka kerjakan dan mereka suka dipuj terhadap perbuatan yang belum mereka
kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi
mereka siksa yang pedih". Sebagai ancaman (siksa) untuk kaum muslimin.
Ia memerintahkan pembantunya ( Rafi') untuk datang menemui Ibn Abbas dan
menanyakan : "Sekiranya setiap orang diantara kita yang bergembira dengan
apa yang telah dikerjakan dan ingin dipuji dengan perbuatan yang belum
dikerjakan itu akan disiksa, tentulah kita semua akan disiksa." Kemudian
Ibn Abbas menjawab : "mengapa kamu berpendapat demikian mengenai ayat
ini?. Sesungguhnya nabi saw, bertanya kepada orang Yahudi tentang sesuatu,
mereka menyembunyikannya, lalu mengambil/mengalihkan persoalan lain dan itu
yang mereka tunjukan kepada beliau. Setelah itu mereka pergi , dan menganggap
bahwa bahwa mereka telah memberitahukan kepada nabi apa yang ditanyakan kepada
mereka. Dengan perbuatan itu mereka ingin dipuji oleh nabi dan mereka
bergembira dengan apa yang telah meeka kerjakan, yaitu menyembunyikan apa yang
ditanyakan kepada mereka itu". Kemudia ia membaca ayat : "Dan
ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab…"
sampai pada ayat : "mereka gembira dengan apa yang telah mereka
kerjakan dan mereka suka dipuj terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan,".
( Ali Imran/ 3 : 187-188). Shaleh, Subhi ; Al-mabahis fi Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin, 1988 M, h.
130-131
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sabab
Secara etimologi/bahasa, Asbabun Nuzul terdiri dari kata "Asbab" (bentuk jama'/plural
dari kata"sabab") yang mempunyai arti latar belakang, alasan
atau sebab/illat.7 Sedangkan kata "Nuzul" berasal dari kata “nazala” yang berarti
turun.8 Jadi dalam pengertian etimologis Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab turunnya
(al-Qur’an). Dengan demikian Asbabun Nuzul adalah suatu konsep, teori, atau
berita tentang sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Quran kepada nabi
Muhammad, baik berupa satu ayat maupun rangkaian ayat.9
Menurut DR. Subhi as-Shalih,9 pengertian Asbabun Nuzul
secara terminologis adalah: Suatu peristiwa atau pertanyaan yang melatarbelakangi
turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat tersebut mengandung informasi
mengenai peristiwa itu, atau memberikan jawaban terhadap pertanyaan, atau
menjelaskan hukum yang terkandung dalam peristiwa itu, pada saat terjadinya
peristiwa /pertanyaan tersebut. 10
7. Al-Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya : Pustaka
Progresif, 1997 , cet. 14, h. 602.
8. Ibid, h. 1409.
9.Secara historis, al-Qur’an bukanlah wahyu yang turun
dalam ruang hampa, tetapi ia mempunyai latar belakang, argumentasi dan
faktor-faktor tertentu yang menjadikan dia “turun” ke bumi. Hal ini karena,
al-Qur’an “diturunkan” sebagai alat untuk menjawab problematika kehidupan di
muka bumi. Oleh karena itu, kehadirannya di alam material sangat terkait ruang
dan waktu tertentu yang menjadi faktor-faktor di balik turunnya Namun
harus ditegaskan bahwa asbabun Nuzul
merupakan term khusus dalam ulum al-Qur’an. Term tersebut tidak sama
dengan ‘sebab’ yang dikenal dalam hukum kausalitas atau teori logika yang
menempatkan akibat karena adanya sebab. Al-Qur’an dengan seluruh ayatnya
merupakan kesatuan yang utuh sejak zaman azali yang diperuntukkan sebagai
petunjuk bagi manusia sehingga dengan atau tanpa sebab ia mesti sampai kepada
manusia. Karena itu, sebagian ayat turun karena kasus khusus yang menjadi sebab
(sababiy) dan sebagian tanpa kasus khusus yang menjadi sebab (ibtidaiy),
kelompok kedua ini lebih besar dari kelompok pertama. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh DR. Mukhlis M. Hanafi dalam satu kesempatan
perkuliahan di ma'had Aly Zawiyah Jakarta ketika beliau mendefinisikan asbabun
nujul : "Asbabun nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang mengiringi
turunnya suatu ayat atau beberapa ayat sebagai audio visual/alat peraga bagi
ayat tersebut".
10. Shaleh, Subhi ; Al-mabahis fi Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin, 1988 M, h. 132
11. Terdapat ragam redaksi dari para pakar menyangkut
definisi Asbabun Nuzul, Menurut Manna al-Qathan : هو
ما نزل قران بشأنه وقت وقوعه كحادثه او سؤاله
(Sesuatu hal yang karenanya Qur'an diturunkan
untuk menenrangkan status (hukum)nya, pada masa hal itu terjadi baik berupa
peristiwa maupun pertanyaan). Lihat Al-Qathan, Mabahis fi ulum al-Qur'an,
Mansyurah al-Asr al-Hadits : 1990 M, h. 78
Sedangkan menurut Nuruddin Eiter
: ما نزلت الاية
او الايات تتحدث عنه ايام وقوعه (sesuatu yang pada waktu terjadinya turun satu
atau beberapa ayat al-Qur'an). Lihat
Eiter, Nuruddin, Ulumal-Qu'ran al-Karim, Damaskus : Matba'
al-Dibah, 1996, h. 46. dari beragam redaksi tersebut, menurut hemat penulis ada
satu titik yang mempertemukannya yaitu bahwa
secara umum asbabun nujul adalah segala sesuatu yang menjadi sebab
turunnya ayat, baik untuk mengomentari, menjawab, ataupun menerangkan hukum
pada saat sesuatu itu terjadi
Berdasarkan definisi ini maka ilmu Asbabun Nuzul dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang
historis turunnya ayat-ayat al-Quran, baik berupa peristiwa maupun berupa pertanyaan.12
Jika sebabnya berupa peristiwa, maka ayat yang turun mengandung informasi
tentang peristiwa tersebut atau memberikan penjelasan terhadap hukum yang
terkandung di dalamnya, pada saat peristiwa itu terjadi. Jika sebabnya berupa
pertanyaan, maka ayat yang turun akan berfungsi sebagai jawaban terhadap
pertanyaan tersebut.
Cara
Mengetahui Asbabun Nujul
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nujul adalah
riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah saw atau dari sahabat. Itu disebabkan
pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini (masalah yang bukan
lapangan pemikiran dan ijtihad) bila jelas, maka hal itu bukan sekedar pendapat
(ra'yu) tetapi ia mempunyai hukum marfu' (disandarkan kepada
Rasulullah).12 karena itu Ibn Sholah, al-Hakim dan yang lainnya
menetapkan dalam ulum al-hadis bahwa para sahabat yang menyaksikan turunnya
wahyu apabila menginformasikan tentang satu ayat bahwasanya ia (ayat
tersebut) turun dalam masalah ini, maka itu adalah hadis musnad, yang
mempunyai hukum marfu.13
Begitu juga (dihukumi marfu') qaul/ucapan tabi'in yang
berstatus mursal, apabila ditopang oleh hadis mursal yang lain yang
diriwayatkan oleh imam-imam tafsir yang mengambil dari para sahabat seperti
Ikrimah, Mujahid, Said ibn Jubair, Atha', Hasan al-Basri, Sai'd ibn Musyyab dan
al-Dhahak.14
12. sebab-sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa ada
tiga : 1). Peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan antara
segolongan suku Aus dan Khazraj, perselisihan itu timbul karena ditiiupkan oleh
orang Yahudi sehingga mereka berteriak : "senjata, senjata". Maka
turunlah Q.S. Ali Imran/3 : 100. 2). Peristiwa berupa kesalah serius, seperti
peristiwa seorang yang mengimanmi shalat sedang mabuk sehingga terslah membaca
surah al-Kafirun, maka turunlah Q.S. Al-Nisa/4 : 43. 3). Peristiwa itu berupa
cita-cita/keinginan, seperti persesuaian (muwafaqat) Umar ibn Khatab
dengan ketentuan ayat al-Qur'an. Dalam sejarah ada beberapa harapa/keinginan
Umar yang dikemukakan kepada Nabi, kemudian turun ayat-ayat yang kandungannya sesuai dengan
harapan-harapan Umar (tentang Maqam Ibrahim, hijab). Adapun sebab-sebab turun
ayat dalam bentuk pertanyaan dibagi : 1). Pertanyaan yang berhubungan dengan
sesuatu yang lalu, seperti tentang Dulqornaen (Q.S. Al-Kahfi/18: 83).
2). Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sdang berlangsung pada
waktu itu, seperti pertanyaan tentang Ruh, (Q.S. Al-Isra'/117: 85). 3).
Pertanyaan yang berhubungan dngan masa yang akan datang, seperti Q.S.
Al-Nazi'at/79 : 42. lihat Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi'i , Ulul al-Qur'an I, Bandung : Pustaka setia,
1997, h. 90-93.
12. Al-Qathan, Mabahis fi ulum al-Qur'an,
Mansyurah al-Asr al-Hadits : 1990 M, h. 76
13. Shaleh, Subhi ; Al-mabahis fi Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin, 1988 M, h. 134.
14. Ibid, h. 134. lihat juga Al-Suyuthi,
Jalaluddin, Al-itqon fi al-ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-kutub al-ilmuyah, 2007, h.
52.
Ta'addud al-Asbab Wa al- Nazil Wahid (Sebab turunnya lebih dari satu, ayat yang turun hanya satu)
Terkadang banyak riwayat mengenai sebab nuzul satu ayat, dan
riwayat-riwayat tersebut dengan lafal yang jelas menunjukan sebab tertentu.
Dalam keadaan demikian sikap para mufassir sebagai berikut :
a.
Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat/shahih, dan tidak bisa ditarjih
salah satunya, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan hingga
dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih
secara bersamaan.15
b. Apabila
riwayat-riwayat tersebut sama kuat/shahih, dan tidak bisa ditarjih salah
satunya, dan jug atidak dapat dipadukan atau dikompromikan, karena jarak
waktunya yang berjauhan antara keduanya maka hal itu menunjukan beberapa kali
turunnya ayat.16
c. Apabila
riwayat-riwayat tersebut sama kuat/shahih, dan terdapat segi yang memperkuat
salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu
dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat/.shahih
itulah
15. contohnya seperti apa yang diriwayatkan oleh imam
Bukhari dan Muslim dari sahabat Sahl ibn Sa'ad :"Uwaimir datang kepada
'Asim ibn 'Adi, lalu ia berkata : "tanyakan kepada Rasulullah tentang
seorang laki-laki yang mendapati isterinya bersama-sama dengan laki-laki lain,
apakaah ia harus membunuhnya sehingga ia dikisos atau apakah yang harus ia
lakukan…?". Kemudian Asim datang kepada Rasul tetapi menolak menjawab.
Lalu Uwaimir berkata : "demi Allah aku tidak akan berhenti untuk bertanya
kepada Rasullullah." Maka ia datang mennemui Rasulullah dan bertanya :
"Ya Rasulullah ! Sesorang menemukan laki-laki lain bersama isterinya,
apakah aku membunuhnya atau apa yang harus aku lakukan ?". Rasulullah
menjawab : "Sungguh Allah telah menurunkan al-Qur'an tentang kamu dan
temanmu. " kemudian Rasulullah memerintahkan keduanya untuk bermula'annah.
Diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim pula dari sahabat Ibn Abbas , bahwa Hilal ibn Umayah
menuduh isterinya telah berbuat zina dengan Syuraik ibn Sahma' dihadapan nabi,
maka nabi berkata : "Harus ada bukti, kalau tidak maka punggungmu yang
didera". Hilal berkata :"Wahai Rasulullah, apabila salah seorang
diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi isterinya, maka apakah ia
harus mencari bukti?". Maka turunlah ayat Q.S. al-Nur/24 : 6-9. Jarak
antara kedua sebab itu berdekatan, maka kedua riwayat tersebut dikompromikan .
lihat Shaleh, Subhi ; Al-mabahis fi Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin, 1988 M, h. 134.
bandingkan dengan Ibn Kasir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, Beirut : dar al-Fikr, Juz III, 2009 M. h.
1291.
16. contoh Imam al-Baihaqi dan al-Bajjar meriwayatkan
dari Abi Hurairah bahwa nabi Muhammad saw berdiri di depan jenazah Hamzah
ketika iia gugur sebagai syahid, nabi berkata : "Sunggguh demi aku akan melakukan
(yang serupa) 70 orang dari mereka sebagai ganti engkau". Maka Jibril
datang (ketika nabi berdiri
di depan jenazah Hamzah) membawa tiga ayat akhir surat al-Nahl.
Imam al-Turmudzi dan al-Hakim juga meriwayatkan dari
Ubay ibn Ka'ab, ketika terjadi perang Uhud, enam puluh empat sahabat Ansor
gugur, dan enam dari sahabat Muhajirin, diatara mereka adalah Hamzah, berkatalah
orang-orang Anshar : demi Allah, jika kita memperoleh dari mereka sesuatu
seperti ini, pastilah kita akan melakukan lebih dari ini terhadap mereka. smaka
tatkala futuh Mekkah turunlah ayat akhir surat
al-Nahl. Dua riwayat ini tidak mungkin dikompromikan, karena jauh jarak waktu
keduanya, yang satu terjadi ketika perang Uhud, dan yang satu lagi terjadi tatkala futuh Mekkah. Lihat Shaleh, Subhi, Op. Cit, h. 144. lihat
juga Al-Suyuthi, Jalaluddin, Al-itqon fi al-ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-kutub
al-ilmuyah, 2007, h. 55.
Yang
didahulukan.17
d.
Apabila riwayat-riwayat tersebut banyak dan semuanya menegaskan sabab nujul,
sedang salah satu riwayat diantaranya itu shahih (padahal ada juga riwayat lain
yang shahih, tetapi marjuh), maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang
shahih. 18
Ta'addud
al-Nazil wa al-Sabab Wahid (Ayat yang turun
berbeda, dan sebabnya sama)
Terkadang suatu kejadian menjadi sabab bagi dua waktu yang
diturunkan (dua ayat atau lebih), dan itulah yang diistilahkan dengan "Ta'addud
al-Najil wa al-Sabab Wahid". (berbilang yang turun, sedang sabab satu
juga). Contohnya riwayat Ibn Jarir al-Thabari, al-Thabrani dan Ibn Mardawih
dari Ibn bbas, ia berkata :
"Adalah
Rasulullah saw duduk di bawah naungan pohon kayu. Maka beliau bersabda :
"sesungguhnya akan datang kepadamu seorang manusia yang melihat kepadamu
dengan dua mata syeitan. Maka apabila ia datang, janganlah kamu berbicara
dengan dia". Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki yang biru
matanya. Maka Rasulullah memanggilnya dan berkata : "mengapa kamu dan
sahabatmu memaki aku". Orang itu pergi kemudian datang membawa temannya.
Mereka bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak memaki nabi.
Terus-menerus mereka mengatakan demikian sehingga nabi memaafkan
17. Contohnya hadis yang diriwayatkan oleh imam
Bukhari dari Ibn Mas'ud yang berkata : "Aku berjalan dengan nabi di
Madinah, beliau berpegang pada tongkat dari pelapah daun kurma. Dan ketika
melewati serombongan orang Yahudi, seseorang dari mereka berkata : coba kamu
tanyakan sesuatu kepadanya. Lalu mereka menanyakan : ceritakan kepada kami
tentang ruh. Nabi berdiri sejenaka dan mengangkat kepala sejenak, maka aku
mengetahui bahwa wahyu tengah tururn kepada beliau. Wahyu itu turun sampai selesai,
kemudian nabi berkata : "Katakanlah ! ruh itu termasuk urusan tuhanku,
dan kamu tidak dpengetahuan kecuali sedikit". (al-Isra/17 : 85).
Diriwayatkan
pula oleh Tirmidzi dan dishahihkannya dari Ibn Abbas yang mengatakan :
"Orang Qurais berkata kepada orang Yahudi : Berilah kami satu masalah
untuk kami tanyakan kepada orang ini (Muhammad). Mereka menjawab : Tanyakan
kepadanya tentang ruh. Lalu mereka tanyakan kepada nabi. Maka Allah turunkan :
""Katakanlah ! ruh itu termasuk urusan tuhanku, dan kamu tidak dpengetahuan
kecuali sedikit". (al-Isra/17 : 85).
Dua
riwayat tersebut (baik dari Bukhari maupun dari Tirmidzi) shahih, namun riwayat
Buukhari dikukuhkan/didahulukan dari pada riwayat Tirmidzi menurut jumhur ulama
, disamping itu juga karena Ibn Mas'ud hadir dalam atau menyaksikan kisah
tersebut. Lihat Shaleh, Subhi, Op. Cit, h. 146. lihat juga Al-Suyuthi,
Jalaluddin, Op. Cit. h. 54.
Al-Qathan, Mabahis fi ulum al-Qur'an, Mansyurah al-Asr al-Hadits : 1990
M, h. 88-89.
18. Contohnya seperti apa yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Jundab, ia berkata : "Nabi menderita sakit hingga
dua atau tiga malam tidak bangun malam. Kemudian datanglah seorang perempuan
kepada beliau dan berkata : Muhammad kurasa syetanmu telah meninggalkanmu; selama
dua tiga mala mini sudah tidak mendekatimu lagi. Maka Allah menurunkan : "Demi
waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi, tuhanmu tidak meninggalkanmu
dan tidaklah benci kepadamu".
Sementara
itu Tabrani dan Ibn bi Syaibah meriwayatkan dari Hafs ibn Maisaroh, dari
ibunya, dari budak perempuannya pembantu Rasulullah : "Bahwa seekor anjing
telah masuk kedalam rumah nabi, lalu masuk kebawah tempat tidur dan mati.
Karenannya selam 4 hari tidak turun wahyu kepada nabi." Nabi berkata :
"Khaulah apa yang telaah terkadi di rumah Rasulullah ? sehingga Jibril
tidak datang kepadaku". Dalam hati aku berkata : "Alangkah baiknya
jika aku membenahi rumah ini dan menyapunya". Lalu aku menyapu bagian
bawah tempat tidur nabi, maka kukeluarkan seekor anak anjing. Lalu datanglah
nabi sedang jenmggotnya tergetar. Maka Allah menurunkan : "Demi waktu
dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi, tuhanmu tidak meninggalkanmu dan
tidaklah benci kepadamu". Al-Qathan, Loc. Cit, Mansyurah al-Asr
al-Hadits : 1990 M, h. 88.
Mereka.
Maka Allah menurunkan surat
al-Taubah/9 : 74.
Dan
al-Hakim meriwayatkan hadis ini dengan membawakan lafal di atas, maka Allah
menurunkan surat
al-Mujadalah/ 58 : 18-19. 19
Redaksi
Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul diketahui melalui beberapa bentuk susunan redaksi.
Bentuk-bentuk redaksi itu akan memberikan penjelasan apakah suatu peristiwa itu
merupakan asbabun nujul atau bukan.
Redaksi yang digunakan para sahabat untuk menunjukkan sebab turunnya
Alquran tidak selamanya sama. Redaksi-redaksi itu berupa beberapa bentuk, diantaranya
:
1. sabab
turun ayat ini adalah begini ( سبب نزول هذه الأية
كذا ).
Atau menggunakan fa ta'qibiyyah (kira-kira seperti "maka" yang
menunjukan urutan peristiwa) yang dirangkaikan dengan dengan kata "turun
ayat" sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Maka kedua bentuk
ini merupakan pernyataan yang jelas tentang sabab.
2. Ayat
ini turun tentang hal ini ( نزولت
هذه الأية في كذا ) redaksi ini boleh jadi menerangkan sabab
nujul atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat. Al-Zarkasi berkata :
"Telah diketahui dari kebiasaan para sahabat dan tabi'in jika salah
seorang dari mereka berkata : " Ayat ini turun tentang hal ini ( نزولت هذه الأية في
كذا ) maka maksudnya adalah menerangkan bahwa ayat
itu mengandung hukum itu, bukan menyatakan sabab nujulnya. 20 Demikian
pula jika perawi mengatakan : احسب هذه الاية نزلت في كذا (Aku mengira ayat ini turun mengenai hal ini)
atau احسب
هذه الاية نزلت الا في كذا ما (aku tidak mengira ayat
ini turun kecuali mengenai hal ini). Dengan redaksi seperti itu perawi tidak
memastikan sabab nujul. 21
19. Shaleh, Subhi, Op. Cit, h. 147.
20. Tetapi sebagian ahli hadis menjadikan ini sebagai
hadis marfu' musnad, sebagaimana ucapan Ibn Umar mengenai firman Allah : "Isteri-isterimu
adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam". (al-Baqarah/2 : 223).
Turun berhubungan dengan masalah menggauli isteri dari belakang. Lihat Shaleh,
Subhi, Op. Cit, h. 142.
21. Al-Qathan, Op. Cit. h. 85
B.
Hikmah Mengetahui Asbabun Nuzul
Ulama ulum al-Qur'an sepakat akan pentingnya asbabun nuzul dalam
penafsiran al-Qur'an. Pengetahuan akan asbabun nuzul banyak memberikan faedah,
manfaat dan hikmah. Diantaranya :
1 mengetahui hikmah diundangkannya suatu
hukum dan perhatian syara terhadap kepentingan umum dala menghadapi segala
peristiwa, karena sayangnya terhadap umat.
2. menghususkan (membatasi) hukum yang
diturunkan dengan sabab yang terjadi, bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk
umum. Ini bagi mereka yang yang berpegang kepada "yang menjadi pegangan
adalah sabab khusus".
3. apabila lafal yang diturunkan itu lafal
yang umum dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai
sabab nuzul membatasi pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sabab.
4. mengetahui sabab nuzul adalah cara
terbaik untuk memeahami makna al-Qur'an dan menyingkap kesamaran yang
tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui
asbabun nuzul.22
5.
Menjelaskan hikmah yang dikaitkan dengan pensyariatan hukum.
6. Membuka
rahasia-rahasia balagah dalamal-Qur'an.23
C. Al-Ibrah bi Umumi Lafdzi La bi
Khususi Sabab (yang menjadi patokan adalah keumuman
lafazd dan bukan sabab yang khusus)
Apabila ayat yang diturunkan sesuai
dengan sebab yang umum atau sesuai dengan sebab yang khusus, maka yang umum
diterapkan pada keumumannya dan yang khusus pada kekhususanya. Contoh yang
pertama seperti :
tRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]r& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙÅsyJø9$# ( wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt ( #sÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$#
22. Al-Wahidi berkata : "tidak mungkin mengetahui
tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sabab turunnya". Ibn
Daqiq Id berkata : "keterangan tentang sabab nuzul adalah cara yang kuat
(tepat) untuk memeahami makna al-Qur'an". Dan In Taimiyyah berkata :
"mengetahui sabab nuzul akan membantu dalam memahami ayat, karena
mengetahui sabab menimbulkan pengetahuan mengenai muusabbab (akibat). Eiter,
Nuruddin,, Op. Cit, h. 47.
23. Ibid, h. 48. Al-Qathan, Op. Cit. h. 79. Al-Suyuthi, Jalaluddin, Op. Cit. h. 48
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci, apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri".
(Q.S. al-Baqarah/2 : 222)
Kata Anas dalam suatu riwayat : “Jika istri orang-orang yahudi haid, mereka
dikeluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum dan di dalam rumah tidak
boleh bersama-sama. Lalu Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam ditanya tentang
hal itu, maka Allah Ta'ala menurunkan : “Mereka bertanya kepadamu tentang
haidh…” Kemudian kata Rasulullah : “Bersama-samalah dengan mereka di rumah
dan berbuatlah apa saja kecuali jima” (HR. Muslim). 24
Contoh kedua adalah
firman Allah :
$pkâ:¨Zyfãyur s+ø?F{$# Ï%©!$# ÎA÷sã ¼ã&s!$tB 4ª1utIt $tBur >tnL{ ¼çnyYÏã `ÏB 7pyJ÷èÏoR #tøgéB wÎ) uä!$tóÏGö/$# Ïmô`ur ÏmÎn/u 4n?ôãF{$# t$öq|¡s9ur 4ÓyÌöt
"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari
neraka itu, Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkannya, Padahal tidak ada
seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar
mendapat kepuasan". (Q.S. al-Lail/92 : 17-21)
Ayat-ayat di atas diturunkan mengenai Abu Bakar radiyallahu 'anhu. Kata الأتقى (orang yang paling takwa) menurut tashrif berbentuk af’al,
untuk menunjukkan arti superlatif, yaitu tafdhil yang disertai “ أل” al’ahdiyah (kata yang dimasuki itu telah diketahui maksudnya),
sehingga ia dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat itu diturunkan. Kata “أل” menunjukan arti umum bila ia sebagai kata ganti penghubung
(isim maushul) atau mu’arrifah (berfungsi mema’rifatkan) bagi kata jamak,
menurut pendapat yang kuat. Sedangkan “ أل”
dalam kata الأتقى bukan kata ganti penghubung,
sebab kata ganti penghubung tidak dirangkaikan dengan bentuk superlatif.
Lagipula الأتقى
bukan kata jamak,
melainkan kata tunggal. Al’ahdu atau apa yang diketahui itu sendiri itu sudah
ada, disamping berbentuk superlatif af’al itu khusus menunjukkan yang
membedakan. Dengan demikian, hal ini telah cukup membatasi makna ayat pada
orang yang karenanya ayat itu diturunkan. Oleh sebab itu menurut al-Wahidi
ra
:
24. Al-Qathan, Op. Cit. h. 82-83.
“الأتقى adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq menurut pendapat para ahli tafsir” 25
Jika asbabun nuzul itu bersifat khusus, sedang ayat itu turun berbentuk
umum, maka para ahli ushul berselisih pendapat : yang dijadikan patokan itu
apakah lafadz yang umum atau sebab yang khusus?ada dua pendapat dalam masalah
ini :
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi patokan adalah lafadz yang umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafadz yang umum itu melampaui sebab yang khusus. Misalnya ayat Li’an yang turun berkenaan dengan tuduhan Hilal bin Umayah kepada istrinya. 26
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi patokan adalah lafadz yang umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafadz yang umum itu melampaui sebab yang khusus. Misalnya ayat Li’an yang turun berkenaan dengan tuduhan Hilal bin Umayah kepada istrinya. 26
Maka hukum
yang diambil dari lafadz yang umum ini : (“Dan orang-orang yang menuduh
isterinya..”) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula
pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain.
Inilah pendapat yang rajih (lebih kuat) dan lebih shahih. Pendapat ini
selaras dengan keumuman hukum-hukum syariat, dan metode yang dipakai oleh para
Shahabat dan para mujtahid umat ini. Mereka memberlakukan hukum ayat-ayat yang memiliki
sebab-sebab tertentu kepada peristiwa-peristiwa lain yang bukan merupakan sebab
turunnya ayat-ayat tersebut. Seperti turunnya ayat dzihar dalam kasus
Aus bin Shamit atau Salamah bin Sakhr (berdasarkan adanya perbedaan riwayat).
Berdalil dengan keumuman ayat yang turun karena sebab-sebab khusus adalah hal
yang lumrah dikalangan para ulama. Ibnu Taimiyah berkata : “Hal yang seperti
ini banyak disebutkan. Seperti penjelasan para ulama : ayat ini turun dalam
masalah anu, apalagi apabila yang disebutkan itu nama orang tertentu, seperti
penjelasan mereka : ayat dzihar berkenaan dengan istri Aus bin Shamit,
ayat Kalalah turun berkenaan dengan Jabir bin Abdullah, Firman allah :
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka” (Al-Maidah/5 : 49)
turun berkenaan dengan Bani Quraidzah dan Bani Nadhir”. Begitulah mereka
menyebutkan bahwa ayat ini turun mengenai kaum musyrikin Makkah atau kaum
yahudi dan nashrani atau kaum yang beriman. Pernyataan seperti ini tidak
dimaksudkan bahwa hukum ayat-ayat tersebut hanya berlaku khusus bagi
orang-orang itu dan tidak berlaku pada orang lain. Pendapat seperti itu sama
sekali tidak akan dikatakan oleh seorang muslim atau orang yang berakal.Karena
walaupun para ulama berbeda pendapat tentang lafadz yang umum yang muncul
karena sebab yang khusus, apakah hanya dikhususkan pada sebabnya,
25. 25. Al-Qathan, Op. Cit. h. 83
26 . untuk lebih
lengkapnya lihat foot note no. 15. h. 6 contoh lainnya misalnya masalah
zihar, dapat dilihat dalam Al-Qathan, Op. Cit. h. 84.
tidak ada
seorangpun diantara mereka mengatakan bahwa keumuman Al Qur’an dan Sunnah itu
dikhususkan kepada orang-orang tertentu. Yang dikatakan adalah : ayat itu
dikhususkan dalam hal “jenis” perkara orang tersebut, tetapi tetap berlaku umum
bagi
kasus
khusus yang serupa dengannya. Keumuman ayat tidak hanya pada keumuman lafadznya
saja, ayat yang mempunyai sebab turun tertentu, kalau dia adalah perintah atau
larangan, maka dia mencakup orang yang menjadi sebab turunnya ayat itu juga
mencakup orang lain yang memiliki kesamaan dengannya
2. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi
patokan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafadz. Karena lafadz yang
umum itu menunjukkan sebab yang khusus. Oleh karena itu untuk dapat
diberlakukan kepada kasus selain yang menjadi sebab turunnya ayat, diperlukan
dalil lainnya seperti Qiyas dan sebagainya. Hal ini agar penukilan tentang
sebab turunnya ayat punya faidah (bukan hanya penukilan) dan kesesuaian antara
sebab dan musabbab itu sama dengan sesuainya antara pertanyaan dengan jawaban.27
D. Korelasi Antara Surah Surah dalam
al-Qur'an
Sebagaimana mengetahui
asbabun nuzul membantu dalam memahami makna dan tafsir al-Qur'an, maka demikian
pula dengan megetahui munasabah (korelasi).28
Menurut Manna'
al-Qattan kata munasabah menurut bahasa adalah mendekati (muqarabah),
seperti dalam contoh kalimat : fulan yunasibu fulan (fulan mendekati/menyerupai
fulan). Munasabah juga bisa berarti musyakalah
(keserupaan).29
Sedangkan menurut
istilah, munasabah berarti pengetahuan tentang berbagai hubungan di dalam
al-Qur’an, yang meliputi : Pertama, hubungan antar jumlah (kalimat
satu dengan kalimat yang lain dalam satu ayat; kedua, hubungan antara satu
ayat dengan ayat yang lain; ketiga hubungan satu surat
dengan surat
yang lain.30
27. Ibid,
h. 85
28. Sebagian
ulama menyusun kitab khusus mengenai munasabah. Diantara mereka adalah Abu
Ja'far Ahmad ibn Ibrahim ibn Jubair al-Andalusi al-Nahwi (w. 807. H) dengan
kitabnya yang bernama : "Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar
al-Qur'an". Syeikh Burhanuddin al-Biqa'i dengan kitabnya yang bernama :
"Najmu al-Durar fi Tanaasub al-Ayat wa al-Suwar". Al-Suyuthi,
Jalaluddin, Op. Cit. h. 470. Adapun
diantara manfaat/faedah munasabah adalah bahwa kegunaan ilmu ini adalah : untuk
mengetahui konteks makna ayat, mengetahui sisi mu'jizat al-Qur'an, "menjadikan
bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti
bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis”(imam al-Zarkasi), "hubungan/ korelasi
ayat-ayat al-Qur'an antara satu bagian dengan bagian yang lainnya sehingga
menjadi satu keasatuan adalah merupakan ilmu/pengetahuan yang agung"
(al-Qodhi Abu Bakar ibn Arabi'). Al-Qathan,
Op. Cit. h. 97
29. Ibid,
h. 97.
30. Al-Qathan, Op.
Cit. h. 97
Bentuk-Bentuk Munasabah
Munasabah dalam
al-Qur'an mempunyai beberapa bentuk, diantaranya :
a. Munasabah antar jumlah (kalimat satu dengan
kalimat yang lain). Biasanya sebagai penguat untuk
kalimat yang ada sebelumnya, sebagai penjelas, atau sebagai tafsir.contohnya
seperti muqobalah (lawanan) antara sifat-sifat orang mu'min dengan
sifat-sifat orang musyrik, ancaman untuk orang musyrik dan janji untuk
orang-orang mu'min, penyebutan ayat-ayat yang mengandung rahmat dengan
ayat-ayat yang mengandung siksa/azab dan sebagainya.31
b. Munasabah antar satu surah dengan surah yang
lain.32 seperti pembukaan surah Fathir/35 : 1 dengan penutup surah
al-Saba/34 : 54. pembukaan surah al-An'am dengan hamdalah (pujian).
Pembukaan ini sesuai/munasabah dengan penutup surah al-Maidah ayat 118-120.
pembukaan surah al-Hadid/57 yang dibuka dengan tasbih (pensucian) dengan
penutup surah al-Waqi'ah/56.33
c.
Munasabah antar pembuka/awal surah dengan
penutup/akhir surah. Seperti bagaimana permulaan kisah nabi Musa, dan
pertolongan Allah kepadanya (al-Qasas/28 : 17)serta keluarnya nabi musa dari
tanah kelahirannya, kemudian ditutup dengan kisah nabi Muhammad terhadap
orang-orang kafir dan sebagai "hiburan" nya ketika keluar dari Mekah
serta janji Allah untuk mengembalikannya ke Mekkah kembali (al-Qasas/28 : 7). 34
31. Ibid, h. 98
32. mencari
hubungan antara satu surah dengan surah lainnya didasarkan pada : bahwa
penertiban surat demi surat adalah tauqifi, yakni langsung
oleh rasul saw sendiri, bukan oleh ijtihad para sahabat. Lihat M. Hasbi ash
Shddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur'an, Jakarta
: Bulan Bintang, 1972 M, h. 40
33. Ibid, h. 99.
34. Al-Suyuthi, Jalaluddin, Op. Cit. h. 475.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas
dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Secara etimologi/bahasa, Asbabun Nuzul
terdiri dari kata "Asbab"
(bentuk jama'/plural dari kata"sabab") yang mempunyai arti
latar belakang, alasan atau sebab/illat.7 Sedangkan kata "Nuzul" berasal dari kata “nazala” yang
berarti turun.8 Jadi dalam pengertian etimologis Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab turunnya
(al-Qur’an). Sedangkan pengertian Asbabun Nuzul secara terminologis
adalah: Suatu peristiwa atau pertanyaan yang melatarbelakangi turunnya
suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat tersebut mengandung informasi
mengenai peristiwa itu, atau memberikan jawaban terhadap pertanyaan, atau
menjelaskan hukum yang terkandung dalam peristiwa itu, pada saat terjadinya
peristiwa /pertanyaan tersebut.
2.
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nujul adalah riwayat
shahih yang berasal dari Rasulullah saw atau dari sahabat. Demikian juga
/ucapan tabi'in yang berstatus mursal, apabila ditopang oleh hadis mursal yang
lain yang diriwayatkan oleh imam-imam tafsir yang mengambil dari para sahabat
seperti Ikrimah, Mujahid, Said ibn Jubair, Atha', Hasan al-Basri, Sai'd ibn
Musyyab dan al-Dhahak
3. Terkadang banyak riwayat mengenai sebab
nuzul satu ayat, dan riwayat-riwayat tersebut dengan lafal yang jelas
menunjukan sebab tertentu. Ini biasanya diistilahkan dengan Ta'addud al-Asbab
Wa al- Nazil Wahid. Dan ada juga yang suatu
kejadian menjadi sabab bagi dua waktu yang diturunkan (dua ayat atau lebih),
dan itulah yang diistilahkan dengan Ta'addud al-Nazil wa al-Sabab Wahid.
4. Diantara redaksi Asbabun Nuzul adalah
sabab turun ayat ini adalah begini ( سبب نزول هذه الأية
كذا ).
Atau menggunakan fa ta'qibiyyah, dan Ayat ini turun tentang hal ini
( نزولت هذه الأية في
كذا ) yang berarti redaksi ini boleh jadi
menerangkan sabab nujul atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat.
5. Di antara hikmah Asbabun Nuzul adalah
a.) mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara terhadap
kepentingan umum dala menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya terhadap
umat.
b). menghususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sabab yang
terjadi, bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang yang
berpegang kepada "yang menjadi pegangan adalah sabab khusus". c).
apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas
pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai sabab nuzul membatasi pengkhususan
itu hanya terhadap yang selain bentuk sabab. d). mengetahui sabab nuzul adalah
cara terbaik untuk memeahami makna al-Qur'an dan menyingkap kesamaran yang
tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui
asbabun nuzul. e). Menjelaskan hikmah yang dikaitkan dengan
pensyariatan hukum. f). Membuka rahasia-rahasia
balagah dalamal-Qur'an.
6.
Kaidah Al-Ibrah bi Umumi Lafdzi La bi Khususi Sabab bermakna bahwa yang menjadi
patokan adalah keumuman lafazd dan bukan sabab yang khusus.
7.
Di antara bagian pembahsan ilmu munasabah (korelasi) dalam al-Qur'an adalah
munasabah antar satu surah dengan surah yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI, Al-Qur'an dan
terjemahnya.
Al-Suyuthi,
Jalaluddin, Al-itqon fi al-ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-kutub al-ilmuyah, 2007 M
Shaleh,
Subhi, Al-mabahis fi Ulum al-Qur'an, Beirut : Dar al-Ilmi al-Malayin,1988 M
Alawi,
Muhammad, Zubdah al-Itqon fi al-Ulum al-Qur'an, Jeddah : Dar al-Syuruq,
1986 M
Manna,
Al-Qathan, Mabahis fi ulum al-Qur'an, Mansyurah al-Asr al-Hadits : 1990
M
Eiter,
Nuruddin, Ulumal-Qu'ran al-Karim, Damaskus : Matba' al-Dibah, 1996 M.
Ibn
Kasir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, Beirut
: dar al-Fikr, Juz III, 2009 M.
Ahmad
Syadali dan Ahmad Rofi'I,Ulum al-Qur'an I, Bandung : Pustaka setia, 1997 M
M.
Hasbi ash Shddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur'an, Jakarta : Bulan Bintang, 1972 M
Alhamdulillah, artikelnya membantu sekali. Terimakasih sekali, saya jadi terinspirasi untuk ikut menghidupkan al Qur'an di dunia maya. ini salah satu tulisan sederhana terkait dengan QS al Isra' 17 http://asbabunnuzulquran.blogspot.com/2014/06/asbabunnuzul-qs-al-isra-17-85.html
BalasHapus